Batamline.com, Batam – Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri menggagalkan penyelundupan Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural ke luar negeri melalui Batam.
Polisi berhasil meringkus 5 tersangka, yang mana 1 WN Malaysia yang terlibat aksi TPPO turut diamankan.
Kepada awak media di Lobi Ditreskrimum Polda Kepri, Rabu (9/10/2024) siang, Direktur Ditreskrimum Polda Kepri Kombes Pol Donny Alexander menjelaskan, kasus ini terungkap berawal dari informasi masyarakat di lapangan atas aksi pengiriman sebanyak lima orang calon PMI secara ilegal dari Pelabuhan Batam.
“Kita menerima informasi dari masyarakat dan adanya 4 laporan polisi terkait pengiriman CPMI secara ilegal. Lalu kita melakukan penyelidikan lapangan dan berhasil melakukan pengungkapan di Pelabuhan Batam Center dan Pelabuhan Harbourbay Batam,” ujar Donny.
Ia mengungkapkan, dalam modusnya, kelima tersangka yakni YN, NS, RC, NW dan ZA ini merupakan pengurus dan penampung para calon PMI yang akan dipekerjakan di negeri jiran Malaysia.
“Sementara untuk WN Malaysia yang turut diringkus diketahui sebagai sponsor atau donatur yang mengirim para PMI ilegal tersebut,”tegas Donny
Donny menyebutkan, pengungkapan ini juga sebagai komitmen Polda Kepri mencegah aksi TPPO terjadi di Kepri dan ekpose hari ini juga merupakan pengungkapan dari priode Agustus hingga Oktober 2024
“Kasus ini masih terus dilakukan pengembangan untuk mengungkap sindikat PMI ilegal lain,” tutup Donny
Sementara itu di tempat yang sama, Kepala BP3MI Kepri Kombes Pol Imam Riyadi mengatakan, Kota Batam yang merupakan daerah perbatasan sering dimanfaatkan oleh sindikat TPPO untuk menyelundupkan pekerja dari daerah Jawa, NTB dan NTT ke luar negeri.
“Kita terus melakukan pencegahan dari hulu ke hilir, sehingga praktik TPPO yang dapat membuat WNI mengalami hal buruk di luar negeri bisa diminimalisir,” ujarnya singkat
Atas perbuatanya, kelima tersangka akan dijerat dengan Pasal 81 atau Pasal 83 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI dengan ancaman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sebesar Rp 5 miliar. (jim)