Batamline.com, Bali – Tersangka kasus korupsi Proyek Pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu, M. Kadafi Marikar diduga depresi saat menjalani pelimpahan tahap dua. Akibatnya, ia pun buang air besar di dalam mobil.
Juru Bicara Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Efrien Saputera mengungkapkan peristiwa itu terjadi saat dalam perjalanan menuju Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Lombok Barat. Kadafi ditahan di sana sembari menunggu pelimpahan berkas perkara ke pengadilan.
“Iya, selesai menjalani tahap dua itu, di mobil tahanan dia buang air besar,” ucap Efrien, Jumat (6/9/2024).
Efrien menegaskan dalam proses pelimpahan tahap dua dari penyidik kepolisian ke kejaksaan pada Juli 2024, jaksa penuntut umum sudah mendapatkan kepastian perihal kondisi mental dan fisik Kadafi.
“Sesuai syarat pelaksanaan tahap dua, tersangka harus kami pastikan mereka dalam keadaan sehat, makanya tahap dua bisa terlaksana,” kata Efrien.
Dia menduga Direktur PT Sultana Anugrah tersebut buang air besar karena depresi lantaran juga berstatus narapidana dalam perkara lain di Kota Makassar.
“Nantinya di persidangan juga sebelum dimulai, yang bersangkutan akan dipastikan sehat jasmani dan rohaninya, bisa dilihat di situ,” kata Efrien.
Dia menjelaskan dalam waktu dekat Kejati NTB segera melimpahkan berkas perkara Kadafi ke pengadilan untuk mendapatkan jadwal sidang. Menurutnya, hanya perkara milik Kadafi yang belum masuk ke pengadilan.
“Dalam waktu dekat ini perkara atas nama Kadafi kami limpahkan ke pengadilan,” ujarnya.
Untuk empat tersangka lain kini sudah berstatus terdakwa. Mereka adalah Christin Agustiningsih selaku konsultan pengawas proyek sekaligus Direktur CV Nirmana Consultant, mantan Kadinkes Dompu Maman selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Angggaran (KPA), Fery alias Heri selaku pelaksana pekerjaan, dan Benny Burhanudin selaku pemodal. Mereka telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
“Iya, memang hanya Kadafi yang belum dilimpahkan ke pengadilan, untuk yang lain sudah,” ujar Efrien.
Kadafi Marikar merupakan salah seorang dari lima tersangka yang ditetapkan penyidik Polda NTB dalam perkara korupsi proyek pembangunan RS Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu.
Perusahaan milik Kadafi diduga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak kerja tahun 2017 sehingga muncul kerugian keuangan negara dari kekurangan volume pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi perencanaan. Jaksa membeberkan Kadafi tidak pernah datang ke lokasi pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.
Diberitakan sebelumnya, tiga JPU Kejati NTB, yakni Fajar Alamsyah Malo, Budi Tridadi Wibawa, dan Muhamad Mauludin, mengatakan Kadafi terungkap dengan sengaja mengalihkan pekerjaan tersebut kepada terdakwa Benny Burhanudin selaku pemodal yang tidak termasuk dalam personel inti pada PT Sultana Anugrah.
PT Sultana Anugrah milik Kadafi telah dengan sengaja mengurangi volume pekerjaan. Seperti pemasangan batu kali, pekerjaan beton, pemasangan dinding, plesteran, acian, pengecatan, pekerjaan plafon, mutu beton, dan balok struktur pada bangunan selasar.
Pengurangan volume pekerjaan tersebut mengakibatkan kondisi bangunan berpotensi ambruk sesuai dengan hasil pemeriksaan tim ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram.
Nilai kerugian keuangan negara yang muncul dari proyek yang bernilai Rp 15,67 miliar tersebut sebesar Rp 1,35 miliar. Angka kerugian didapatkan dari hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Keempat terdakwa dijerat dengan dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel ini telah tayang di detikbali