Batamline.com, Jakarta – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa mengatakan kekurangan pada uji klinis obat Covid-19 oleh Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan BIN akan diperbaiki.
Pihaknya telah mendatangi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Untuk, menyerahkan hasil uji klinis obat serta corrective and preventive action (CAPA) pada 19 Agustus lalu.
Baca juga: Menkeu Bakal Bebaskan PPN Bahan Baku Kertas Koran Media Cetak
“(Laporan uji klinis) itu memang tindakan yang diminta berdasarkan koreksi BPOM. Mereka yang melakukan inspeksi bulan lalu,” kata Andika saat memberikan keterangan pers di Gedung Sate, Jumat (21/8/2020).
Andika mengungkapkan pada pertemuan itu, muncul kesepahaman antara BPOM, Wakil Ketua Komisi IX DPR, komisi nasional penilai obat, TNI dan BIN.
Menurutnya, semua pihak sepakat untuk melakukan yang terbaik terkait penelitian obat untuk menyembuhkan pasien Covid-19.
“Jadi pasti akan ada waktu untuk me-review (meninjau kembali) hasil uji klinis maupun CAPA tadi yang merupakan koreksi dari BPOM,” ujarnya.
Jenderal bintang empat itu menyebut masih membutuhkan waktu lagi untuk meninjau ulang hasil uji klinis dan CAPA yang telah dibuat tim peneliti Unair, TNI AD, dan BIN.
“Apabila nanti ditemukan kekurangan pasti harus disempurnakan,” katanya.
Masalah dalam uji klinis
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sejumlah masalah dalam uji klinis obat yang dikembangkan menyembuhkan pasien positif virus corona (Covid-19) oleh Unair bersama TNI AD dan BIN.
Baca juga: BPK Bakal Audit Anggaran Covid-19 di Kepri
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan dalam inspeksi pertama pihaknya, pada proses uji klinis obat tersebut tak sesuai dengan prosedur uji klinis obat pada umumnya. Penny menyebut pihaknya menemukan critical finding dalam hal randomisation (acak).
Penny menjelaskan uji klinis obat harus dilakukan secara acak kepada pasien dengan gejala ringan, sedang, dan berat.
Uji klinis juga dilakukan di beberapa daerah, tak hanya pada satu kelompok masyarakat tertentu. Selain itu, pasien konfirmasi positif Covid-19 tanpa gejala (OTG) juga seharusnya tak dilibatkan dalam uji klinis.
Menurutnya, berdasarkan hasil validitas obat yang telah diberikan kepada subjek uji klinis, belum menunjukkan perbedaan dengan terapi Covid-19 lainnya.
Sementara untuk bisa menjadi temuan baru, sebuah obat harus bisa memberikan dampak yang signifikan kepada pasien positig Covid-19.
Pengembangan obat untuk pasien positif Covid-19 dilakukan Unair, TNI AD, dan BIN. Mereka menggunakan tiga kombinasi obat.
Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Obat yang dikembangkan tim peneliti Unair, TNI AD, dan BIN itu diberikan kepada 1.308 pasien di Secapa AD, Jawa Barat. BIN menyebut sebanyak 85 persen pasien positif Covid-19 telah sembuh.
Sebagai catatan, hingga saat ini WHO belum merekomendasikan satu pun obat untuk mencegah atau mengobati infeksi corona.
Obat dari gabungan Unair-TNI AD-BIN ini juga belum mendapatkan izin edar dari BPOM. Selain itu, tim Unair-TNI AD-BIN pun belum mengungkapkan secara rinci hasil serta metode uji klinis.