Warga Central Hills Batam Center Keluhkan Sulitnya Bangun Rumah Ibadah

Central Hills Batam Center

Batamline.com, Batam – Warga perumahan Central Hills Batam Center, Batam, Kepulauan Riau mengeluhkan sulitnya membangun masjid di lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka menilai, pemilik lahan dan pengembang enggan menghibahkan lahan untuk keperluan tempat ibadah.

Ketua Pembangunan Masjid Perumahan Central Hills, Harianto mengatakan, permasalahan ini telah disampaikan ke dinas terkait. Bahkan, mereka telah duduk bersama Perkimtan Batam dan pemilik lahan, PT Menteng Griya Lestari (MGL) serta pihak pengembang, Central Group guna membahas persoalan ini.

Read More

“Kami sudah menunggu lebih dari tiga minggu sejak rapat terakhir dengan Perkimtan Batam, tetapi belum ada jawaban,” kata Harianto, Rabu (29/1/2025).

“Seharusnya Perkimtan sudah tahu titik fasum dan fasos, tetapi hingga rapat terakhir pun mereka hanya bertanya tanpa memberikan kejelasan. Permasalahan ini terus berlarut-larut tanpa solusi konkret,” paparnya.

Harianto menjelaskan, awal kesulitan warga ini bermula dari pengajuan permohonan hibah lahan seluas 5.000 meter persegi dari pemilik lahan ke pemko Batam untuk lokasi pembangunan rumah ibadah masjid. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan.

“Padahal, kebutuhan tempat ibadah untuk sekitar 1.000 kepala keluarga (KK) di kawasan ini sangat mendesak,” jelasnya.

Menurutnya, pemilik lahan dan pengembang juga terkesan memberi informasi palsu kepada para pemilik unit, terutama mengenai luasan pembangunan perumahan Central Hills.

“Dari informasi promosi, perumahan disebut memiliki lahan seluas 55 hektare. Namun realisasinya dari informasi yang saya dapat, lahan yang dimiliki PT Menteng Griya Lestari selaku pemilik lahan baru bisa digunakan 24,9 hektare tanpa adanya titik fasum yang dapat digunakan sebagai pembangunan tempat ibadah,” jelasnya.

Dalam aturan pengembangan perumahan, pemilik lahan maupun pengembang diwajibkan menyediakan 30-40 persen dari total luas lahan untuk fasum dan fasos. Dimana di dalamnya pihak pengembang maupun pemilik lahan wajib membangun tempat ibadah sesuai diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011.

“Namun, hingga kini titik lokasi fasos ataupun fasum yang seharusnya disediakan oleh pengembang bersama PT Menteng Griya Lestari masih menjadi tanda tanya. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) dinilai belum memberikan respons memuaskan,” ujarnya.

Warga mencatat bahwa dalam proyek-proyek pengembangan sebelumnya, rata-rata tidak tersedia masjid atau musala yang memadai. Mereka memilih untuk mengalihkan fasum ke kepentingan komersial.

“Seharusnya pemilik lahan, pengembang dan pemerintah sudah memikirkan kebutuhan lokasi ibadah sejak awal perencanaan, bukan justru mengalihkan fasum untuk kepentingan komersial seperti tempat kuliner,” ujarnya.

Warga juga mempertanyakan peran Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam mengawasi rencana tata ruang di kawasan tersebut. Menurut mereka, BP Batam seharusnya memastikan lokasi untuk tempat ibadah telah dialokasikan sebelum mengeluarkan izin perumahan.

Ia berharap, dalam masa kepemimpinan Amsakar-Li Claudia, persoalan yang sama tidak terulang dan dapat di perbaiki.

Selain itu, warga juga mengeluhkan mangkraknya pengembangan tahap kedua lahan perumahan yang sudah terbengkalai sejak 2021.

Jika permasalah ini tidak segera diselesaikan, Harianto menegaskan akan membawa masalah ini ke DPRD Kota Batam.

“Jika tidak ada kejelasan, kami akan melibatkan DPRD Batam agar masalah ini bisa segera diselesaikan,” tegasnya.

Related posts